Sunday, December 8, 2013
Browse Manual »
Wiring »
2012
»
cerpen
»
kita
»
persahabatan
»
semua
»
tentang
»
Cerpen Persahabatan 2012 SEMUA TENTANG KITA
Cerpen Persahabatan kali ini dikirim oleh Alief Murobby. Ini merupakan cerpen keduanya yang dipublikasikan di Gen22. Cerpen pertamanya, bisa dilihat dalam Cerpen Kasih Sayang: OH, BUNDA!
SEMUA TENTANG KITA
oleh: Alief Murobby
Catherine masih berbaring di atas kasurnya, sepasang earphone tergantung di telinganya. Lagu Favorite Girl dari Justin Bieber mengalun pelan dari iPod merahnya. Dia menghela nafas panjang, kemudian melepaskan diri dari rumus-rumus Fisika yang baru dibacanya. Dengan agak lelah, Catherine meraih Toshiba Qosmio-nya dan mulai browsing. Saat dia sedang membuka situs puisi kesukaannya, matanya tertumbuk pada judul salah satu puisi. Perpisahan.
Cewek itu tersentak. Dia baru ingat perkataan Papa tiga hari yang lalu, saat sang ayah berkata bahwa mereka akan pindah ke Oxford karena sang ayah ada pekerjaan disana. Dia belum memberitahukan hal ini pada siapapun, bahkan pada Zora, cowok usil sahabatnya sejak kecil.
“ Bagaimana caranya gue memberitahu dia, ya?” gumam Catherine lirih, mengambil foto kecil yang tergeletak di atas meja kecil di samping kasurnya.
Seorang cowok tersenyum lebar ke arah kamera sambil memeluk pundak seorang cewek yang juga tersenyum. Danau dan hutan menjadi background foto itu. Foto itu diambil saat mereka pergi berlibur ke danau Bedugul, Bali. Catherine terus menatap foto itu hingga ia jatuh tertidur.
Sebuah pohon beringin besar berdiri di taman belakang sekolah yang sepi. Rumah pohon berukuran sedang berdiri kokoh diantara dahan-dahannya. Kata orang-orang, pohon itu angker, tapi Catherine tak peduli. Dia dan sahabatnya malah menganggap rumah pohon itu sebagai tempat nongkrong yang paling asyik karena jauh dari keramaian. Begitu sampai di depan pohon, Catherine meraih tangga tali yang terjulur dan dengan lincah memanjat ke atas. Sesampainya di atas, dia melihat seorang cowok yang duduk membelakangi dirinya. Tangannya bergerak-gerak diatas kertas putih besar, sketsa pemandangan tercetak di atasnya. Tanpa suara, Catherine mengendap-endap dan berdiri di belakang cowok itu yang sama sekali tak menyadari kedatangan Catherine.
“ Zora!” teriak Catherine keras, mengagetkan Zora yang sedang asyik menggambar. Tanpa sengaja dia mencoret gambarnya endiri, menyisakan garis panjang yang merusak gambar hampir sempurna itu. Zora cemberut, menatap Catherine yang cekikikan senang.
“ Damn! Ngaget-ngagetin aja lo! Persis banget sama kucing!” seru Zora marah. Dia ingin kembali menggambar, tapi begitu melihat cacat besar dalam gambarnya, dia hanya mengeluh pelan. Cat –panggilan Zora pada Catherine yang sering mengendap-endap seperti kucing- duduk di samping Zora, masih meyisakan sedikit tawa.
“ Sori, sori. Lagian lo khusyuk banget sih, sampe nggak menyadari kehadiran gue.” Zora mendengus keras, kembali menekuni gambarnya yang rusak parah.
“ Ehm, boleh gue ngomong? Pentiiing banget. Serius!”
“ Emang lo pernah serius?” sindir Zora, rupanya masih sedikit dongkol. Tapi dia langsung terdiam begitu melihat Cat yang diam dan menerawang ke depan. Dia begitu hafal ekspresi Catherine yang satu itu.
Akhirnya, Catherine pun mulai bercerita. “ Tiga hari yang lalu, Papa ngomong sesuatu. Beliau bilang bahwa beliau akan bekerja di Oxford. Terpaksa gue ikut. Jadi gue akan pindah setelah acara kelulusan lima hari lagi.” Beban berat yang mengganjal di hatinya sedikit terangkat. Tetapi beban baru kembali membebani dirinya saat melihat Zora yang menatapnya dengan tajam. Catherine tak suka dengan ekspresi Zora yang satu itu. Akhirnya dia berpaling dan menatap langit yang lama-kelamaan semakin terang, membiarkan sahabatnya untuk berpikir.
Suara Zora membuat Cat menoleh. Dia tahu Zora baru saja bicara padanya, tapi karena tadi dia sedang melamun, ia pun tak mendengarnya.
“ Lo bilang apa tadi?”
“ Kenapa lo baru ngomong sekarang?” Zora bertanya lagi sambil terus menatap Cat, membuat cewek itu bergerak-gerak gelisah. Bel berdering di kejauhan, tapi Zora tak peduli. Toh dia berniat bolos hari ini.
Catherine tak bisa menjawab pertanyaan cowok itu. Berbagai alasan yang dipikirkannya tak cukup meyakinkan. Zora lalu beranjak sambil membawa alat-alat gambarnya, meninggalkan Catherine yang menatapnya dengan perasaan bersalah.
Dua hari sebelum kelulusan, 05:10 pm, di rumah pohon...
Catherine berjalan pelan menyusuri sekolahnya yang sudah sepi. Rumahnya dan rumah Zora memang dekat dengan sekolah. Dengan gontai, dia memanjat rumah pohon itu dan tak taerkejut saat melihat Zora tidak ada disana. Beberapa hari ini, cowok itu memang seperti sedang menjauhi dirinya.
Dan Catherine tidak suka, sangat benci malah, pada keadaan seperti ini. Di hari-hari terakhirnya di Indonesia, dia sebenarnya ingin selalu bersama Zora, bukannya saling berjauhan seperti ini. Biasanya tiap sore dia dan Zora nongkrong di rumah pohon itu sambil memandang sunset yang fantastis, dan saling ngobrol.
Kenapa jadi begini, sih? Batin Catherine bertanya-tanya, dan ia mulai menangis saat ia teringat semua kenangannya saat bersama zora. Air matanya turun tanpa dapat dicegahnya. Lalu ia jatuh terduduk, dan mendekap lututnya sendiri.
Seseorang tiba-tiba saja memeluknya, membuatnya sedikit kaget. Tapi beberapa detik kemudian dia mulai rileks. Bau itu adalah wangi khas tubuh Zora. Pelukan itu adalah pelukan lembut Zora yang senantiasa menenangkan batinnya. Cat beringsut, memeluk Zora lebih erat, dan menangis lebih kencang. Zora jadi bingung.
“ Hey, kok malah makin kenceng nangisnya? Udah-udah,” ujar Zora lembut, mengelus rambut Catherine. “ maafin gue ya?”
Pernyataan maaf dari Zora membuat Catherine mengangkat kepalanya dari dada Zora, lalu menatapnya dengan mata yang sedikit bengkak. Zora balas menatapnya dengan lembut.
“ For what?”
“ Maaf karena gue egois. Seharusnya gue nemenin lo selama hari-hari ini, bukannya marah-marah sama lo. Maafin gue ya?” ucap Zora sambil menghapus sisa-sisa air mata di wajah sahabatnya itu. Catherine hanya diam, kemudian memeluk cowok itu dengan lebih erat.
“ Gue nggak marah kok. Gue cuma sedih aja, sebentar lagi gue nggak bisa lihat wajah jahil lo lagi.”
Perkataan terakhir Catherine membuat Zora mendapat ide cemerlang.
“ Tenang aja. Gue akan buat sesuatu yang spektakuler besok.”
Semoga bukan ide yang ekstrem, batin Catherine lalu membuang semua pikiran-pikiran negatifnya.
Di lain pihak, Zora sedang menyiapkan kejutannya. Dia menatap hasil karyanya, dan tersenyum puas.
“ Oke, semuanya stand by di posisi masing-masing. Sebentar lagi teman kecil kita akan datang!” seru Zora, memberikan instruksi. Dalam hatinya dia bergumam, lo pasti akan terkejut, Cat!
Walaupun pikirannya penuh tanya, Cat tetap melangkahkan kakinya menuju gedung pertemuan. Sesampainya disana, ia agak ragu untuk memasukinya. Pasalnya, gedung pertemuan yang biasanya terang, kini gelap gulita. Dengan agak takut, Catherine melangkah masuk.
Tiba-tiba di kejauhan muncul satu nyala api diikuti dengan nyala api yang lain. Catherine terperangah. Semua orang ternyata ada disana sambil membawa masing-masing satu lilin. Zora tiba-tiba saja sudah berada di hadapannya dengan senyum lebar. Tanpa dikomandoi, terdengar koor yang membahana.
Zora merangkul Catherine yang mulai menangis, tak tahu harus sedih, terharu, atau bahagia. Zora mengelus rambutnya dengan lembut, berusaha menenangkannya.
Suara serak disampingnya membuat Zora menoleh. Catherine mulai ikut bernyanyi diselingi dengan sesenggukan. Cat menatap Zora yang juga menatapnya.
“ Gue pasti kesepian disana. Terus kabari gue lewat e-mail ya?”
“ Hah, cuma e-mail!? Kamu minta gajah pun bakal aku kirimin kok!” kelakar Zora, membuat Cat tertawa. Dia memeluk Zora dengan lebih erat.
“ Kamu adalah sahabat terbaik yang pernah kupunya,” ujar Catherine.
“ Kamu juga sahabatku yang paling hebat,” timpal Zora, mempererat pelukannya.
Cerpen Persahabatan 2012 SEMUA TENTANG KITA
SEMUA TENTANG KITA
oleh: Alief Murobby
Catherine masih berbaring di atas kasurnya, sepasang earphone tergantung di telinganya. Lagu Favorite Girl dari Justin Bieber mengalun pelan dari iPod merahnya. Dia menghela nafas panjang, kemudian melepaskan diri dari rumus-rumus Fisika yang baru dibacanya. Dengan agak lelah, Catherine meraih Toshiba Qosmio-nya dan mulai browsing. Saat dia sedang membuka situs puisi kesukaannya, matanya tertumbuk pada judul salah satu puisi. Perpisahan.
Cewek itu tersentak. Dia baru ingat perkataan Papa tiga hari yang lalu, saat sang ayah berkata bahwa mereka akan pindah ke Oxford karena sang ayah ada pekerjaan disana. Dia belum memberitahukan hal ini pada siapapun, bahkan pada Zora, cowok usil sahabatnya sejak kecil.
“ Bagaimana caranya gue memberitahu dia, ya?” gumam Catherine lirih, mengambil foto kecil yang tergeletak di atas meja kecil di samping kasurnya.
Seorang cowok tersenyum lebar ke arah kamera sambil memeluk pundak seorang cewek yang juga tersenyum. Danau dan hutan menjadi background foto itu. Foto itu diambil saat mereka pergi berlibur ke danau Bedugul, Bali. Catherine terus menatap foto itu hingga ia jatuh tertidur.
***
SMP Tunas Bangsa masih sepi saat Catherine tiba, padahal arloji kecil di tangan kirinya telah menunjukkan jam 6:50 pagi. Rata-rata murid-muridnya malas masuk kelas sebelum bel berdering dan memilih nongkrong di warung-warung di depan sekolah. Tanpa meletakkan tas jinjingnya terlebih dahulu, dia langsung melesat ke belakang sekolah.Sebuah pohon beringin besar berdiri di taman belakang sekolah yang sepi. Rumah pohon berukuran sedang berdiri kokoh diantara dahan-dahannya. Kata orang-orang, pohon itu angker, tapi Catherine tak peduli. Dia dan sahabatnya malah menganggap rumah pohon itu sebagai tempat nongkrong yang paling asyik karena jauh dari keramaian. Begitu sampai di depan pohon, Catherine meraih tangga tali yang terjulur dan dengan lincah memanjat ke atas. Sesampainya di atas, dia melihat seorang cowok yang duduk membelakangi dirinya. Tangannya bergerak-gerak diatas kertas putih besar, sketsa pemandangan tercetak di atasnya. Tanpa suara, Catherine mengendap-endap dan berdiri di belakang cowok itu yang sama sekali tak menyadari kedatangan Catherine.
“ Zora!” teriak Catherine keras, mengagetkan Zora yang sedang asyik menggambar. Tanpa sengaja dia mencoret gambarnya endiri, menyisakan garis panjang yang merusak gambar hampir sempurna itu. Zora cemberut, menatap Catherine yang cekikikan senang.
“ Damn! Ngaget-ngagetin aja lo! Persis banget sama kucing!” seru Zora marah. Dia ingin kembali menggambar, tapi begitu melihat cacat besar dalam gambarnya, dia hanya mengeluh pelan. Cat –panggilan Zora pada Catherine yang sering mengendap-endap seperti kucing- duduk di samping Zora, masih meyisakan sedikit tawa.
“ Sori, sori. Lagian lo khusyuk banget sih, sampe nggak menyadari kehadiran gue.” Zora mendengus keras, kembali menekuni gambarnya yang rusak parah.
“ Ehm, boleh gue ngomong? Pentiiing banget. Serius!”
“ Emang lo pernah serius?” sindir Zora, rupanya masih sedikit dongkol. Tapi dia langsung terdiam begitu melihat Cat yang diam dan menerawang ke depan. Dia begitu hafal ekspresi Catherine yang satu itu.
Akhirnya, Catherine pun mulai bercerita. “ Tiga hari yang lalu, Papa ngomong sesuatu. Beliau bilang bahwa beliau akan bekerja di Oxford. Terpaksa gue ikut. Jadi gue akan pindah setelah acara kelulusan lima hari lagi.” Beban berat yang mengganjal di hatinya sedikit terangkat. Tetapi beban baru kembali membebani dirinya saat melihat Zora yang menatapnya dengan tajam. Catherine tak suka dengan ekspresi Zora yang satu itu. Akhirnya dia berpaling dan menatap langit yang lama-kelamaan semakin terang, membiarkan sahabatnya untuk berpikir.
Suara Zora membuat Cat menoleh. Dia tahu Zora baru saja bicara padanya, tapi karena tadi dia sedang melamun, ia pun tak mendengarnya.
“ Lo bilang apa tadi?”
“ Kenapa lo baru ngomong sekarang?” Zora bertanya lagi sambil terus menatap Cat, membuat cewek itu bergerak-gerak gelisah. Bel berdering di kejauhan, tapi Zora tak peduli. Toh dia berniat bolos hari ini.
Catherine tak bisa menjawab pertanyaan cowok itu. Berbagai alasan yang dipikirkannya tak cukup meyakinkan. Zora lalu beranjak sambil membawa alat-alat gambarnya, meninggalkan Catherine yang menatapnya dengan perasaan bersalah.
Dua hari sebelum kelulusan, 05:10 pm, di rumah pohon...
Catherine berjalan pelan menyusuri sekolahnya yang sudah sepi. Rumahnya dan rumah Zora memang dekat dengan sekolah. Dengan gontai, dia memanjat rumah pohon itu dan tak taerkejut saat melihat Zora tidak ada disana. Beberapa hari ini, cowok itu memang seperti sedang menjauhi dirinya.
Dan Catherine tidak suka, sangat benci malah, pada keadaan seperti ini. Di hari-hari terakhirnya di Indonesia, dia sebenarnya ingin selalu bersama Zora, bukannya saling berjauhan seperti ini. Biasanya tiap sore dia dan Zora nongkrong di rumah pohon itu sambil memandang sunset yang fantastis, dan saling ngobrol.
Kenapa jadi begini, sih? Batin Catherine bertanya-tanya, dan ia mulai menangis saat ia teringat semua kenangannya saat bersama zora. Air matanya turun tanpa dapat dicegahnya. Lalu ia jatuh terduduk, dan mendekap lututnya sendiri.
Seseorang tiba-tiba saja memeluknya, membuatnya sedikit kaget. Tapi beberapa detik kemudian dia mulai rileks. Bau itu adalah wangi khas tubuh Zora. Pelukan itu adalah pelukan lembut Zora yang senantiasa menenangkan batinnya. Cat beringsut, memeluk Zora lebih erat, dan menangis lebih kencang. Zora jadi bingung.
“ Hey, kok malah makin kenceng nangisnya? Udah-udah,” ujar Zora lembut, mengelus rambut Catherine. “ maafin gue ya?”
Pernyataan maaf dari Zora membuat Catherine mengangkat kepalanya dari dada Zora, lalu menatapnya dengan mata yang sedikit bengkak. Zora balas menatapnya dengan lembut.
“ For what?”
“ Maaf karena gue egois. Seharusnya gue nemenin lo selama hari-hari ini, bukannya marah-marah sama lo. Maafin gue ya?” ucap Zora sambil menghapus sisa-sisa air mata di wajah sahabatnya itu. Catherine hanya diam, kemudian memeluk cowok itu dengan lebih erat.
“ Gue nggak marah kok. Gue cuma sedih aja, sebentar lagi gue nggak bisa lihat wajah jahil lo lagi.”
Perkataan terakhir Catherine membuat Zora mendapat ide cemerlang.
“ Tenang aja. Gue akan buat sesuatu yang spektakuler besok.”
***
Esoknya, Catherine berangkat ke sekolah dengan perasaan was-was. Pengalaman membuktikan, ide-ide Zora kebanyakan malah menimbulkan kekacauan. Pernah saat pensi dulu, Zora mengundang banyak topeng monyet. Tapi yang terjadi, monyetnya malah banyak yang kabur dan mengacaukan suasana.Semoga bukan ide yang ekstrem, batin Catherine lalu membuang semua pikiran-pikiran negatifnya.
Di lain pihak, Zora sedang menyiapkan kejutannya. Dia menatap hasil karyanya, dan tersenyum puas.
“ Oke, semuanya stand by di posisi masing-masing. Sebentar lagi teman kecil kita akan datang!” seru Zora, memberikan instruksi. Dalam hatinya dia bergumam, lo pasti akan terkejut, Cat!
***
Catherine kaget. Sangat kaget. Dalam benaknya, begitu ia sampai di gerbang sekolah dia akan disambut oleh ramainya orang. Tapi begitu ia sampai di kawasan sekolah, tak nampak satupun orang. Hanya ada pengumuman yang ditulis diatas papan tulis putih. Isinya:Catherine, pergi ke gedung pertemuan jika kamu ingin tahu seperti apa hadiahmu. By zora
Walaupun pikirannya penuh tanya, Cat tetap melangkahkan kakinya menuju gedung pertemuan. Sesampainya disana, ia agak ragu untuk memasukinya. Pasalnya, gedung pertemuan yang biasanya terang, kini gelap gulita. Dengan agak takut, Catherine melangkah masuk.
Tiba-tiba di kejauhan muncul satu nyala api diikuti dengan nyala api yang lain. Catherine terperangah. Semua orang ternyata ada disana sambil membawa masing-masing satu lilin. Zora tiba-tiba saja sudah berada di hadapannya dengan senyum lebar. Tanpa dikomandoi, terdengar koor yang membahana.
Waktu terasa semakin berlalu
Tinggalkan cerita tentang kita
Seakan tiada lagi kini tawamu
Tuk hapuskan semua sepi di hati
Zora merangkul Catherine yang mulai menangis, tak tahu harus sedih, terharu, atau bahagia. Zora mengelus rambutnya dengan lembut, berusaha menenangkannya.
Ada cerita
Tentang aku dan dia
Saat kita bersama
Saat dulu kala
Suara serak disampingnya membuat Zora menoleh. Catherine mulai ikut bernyanyi diselingi dengan sesenggukan. Cat menatap Zora yang juga menatapnya.
“ Gue pasti kesepian disana. Terus kabari gue lewat e-mail ya?”
“ Hah, cuma e-mail!? Kamu minta gajah pun bakal aku kirimin kok!” kelakar Zora, membuat Cat tertawa. Dia memeluk Zora dengan lebih erat.
“ Kamu adalah sahabat terbaik yang pernah kupunya,” ujar Catherine.
“ Kamu juga sahabatku yang paling hebat,” timpal Zora, mempererat pelukannya.
Ada cerita
Tentang masa yang indah
Saat kita berdua
Saat kita tertawa
Teringat disaat kita tertawa bersama
Ceritakan semua tentang kita
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment